Bookmark

Jurnal Dagang #1: The Power Of Shopi!!

Kekuatan shopee begitu dahsyat, seenggaknya itu yang saya rasakan selama dua minggu belakangan ini. Ya gimana nggak? Saya install aplikasi shopee di hape buat jualan buku tapi kenapa malah rajin scroll flash sale-nya? Kan alig, ya! Hahaha


Jadi cerita bermula saat saya memulai bisnis toko buku daring di instagram. Sebagai pemula tentu yang jadi taget pasar saya teman-teman sendiri. Untungnya, sebelum resmi jadi reseller bukumojok, ada teman yang membicarakan dunia tulis-menulis dengan saya di instagram. Yasudah kan, saya tawari ia buku Menjadi Penulis dan Buku Catatan Untuk Penulis Karya Mas Puthut EA.


Emang dasar kekuatan teman lama, teman saya mau beli Buku Catatan Untuk Penulis. Malam itu juga saya kemas barangnya, lalu besoknya dikirim ke tempat kerjanya. Selagi saya mengemas barang, ia menyarankan untuk bikin e-commerce—shopee dan tokopedia—biar orang lain lebih mudah dan ada gratis ongkirnya.


Ya saya pikir memang bagus juga, sih. Toh sebagai konsumen saya juga lebih senang sama gratis ongkir daripada harus repot-repot chat whatsapp penjualnya. Ngaku! Kamu juga begitu, kan? Wkwkwk.


Long story short, keesokan harinya saya mengirimkan buku pesanannya lewat JNE yang memang deket dari rumah, cuma sepuluh menit jalan kaki. Setelah kembali ke rumah, buru-buru saya download aplikasi shopee dan tokopedia buat mempelajari dasar-dasar pembuatan akun penjual. Ternyata eh ternyata, ada domain khusus buat seller di shopee tapi tokopedia sudah menyatu.


Karena harus dibuka pake komputer, maka jadwal pembuatan akun saya pindahkan ke malam hari—sekitar pukul 1—biar bisa pakai kuota gadang. Sambil menunggu malam tiba, buku-buku yang baru sampai ke rumah dua hari sebelumnya saya masukan ke dalam tas dan berangkat keluar rumah mencari spot foto terbaik buat katalog buku.


Sebelumnya, nih, saya sudah berencana mau ngambil foto di beberapa tempat yang memang sudah biasa dikunjungi kaum milenial di Ciamis seperti Taman Lokasana, Alun-alun Ciamis, Jambansari, ataupun Tugu si Obor. Namun, karena keterbatasan waktu jadinya ya saya pilih Alun-alun sebagai tempat foto katalog.


Konsep sudah matang, niat sudah bulat, kaki sudah melangkah, sayangnya cuaca tidak mendukung alias mendung! Beruntung hujan belum turun jadi saya masih sempat mengambil gambar meski buru-buru. Ya namanya juga buru-buru wajar kalau kualitas foto buruk.


Tapi gapapa, namanya juga usaha, yang penting ada dulu nanti bisa direvisi jika sudah tiba waktunya. Kalau nggak gitu, kapan mulainya, ya kan? Nah dengan mengusung kepercayaan seperti itu makanya saya pede-pede saja meski seadanya.


Foto selesai diambil, saya kembali ke rumah lalu menyiapkan hal-hal lain yang diperlukan untuk membuat akun penjual shopee dan tokopedia.


Skip skip skip


Malam tiba, laptop dan kuota gadang sudah siap. Dengan mengucap bissmillahirrahmannirrahim saya membuka website shopee dan tokopedia lalu membuat akun seller di kedua ecommerce tersebut. Nggak tahu sinyal internetnya yang lemah atau emang laptop saya yang lemot, upload 20 foto kok bisa sampai ngabisin waktu dua jam ya, padahal kan kalau di hp—ngirim foto di wa misalnya—cepet banget ._.


Tepat pukul tiga laptop ditutup dan internet dimatikan, dan saya tidur dengan pulas. Sehari, dua hari, tiga hari, promosi di instagram terus saya lakukan sambil mencari inspirasi konsep buat kontennya.


Sialnya, saya jadi sering buka shopee, meskipun nggak ada orderan yang masuk. Dan kalaupun ada, notifikasi “SHOPEE” pasti bunyi dengan keras. Intinya sering-sering buka aplikasi shopee adalah kegiatan nirfaedah tapi tetap saya lakukan.


Karena gabut, nggak ada kerjaan pas buka aplikasi shopee maka yang menjadi tujuan akhir adalah kolom flash sale yang menggoda seperti setan! Orang niat jadi seller kok bisa sekalian jadi customer. Emang dabes kekuatan shopee!

Posting Komentar

Posting Komentar