Bookmark

#30dayswritingchallenge day 9: Berbagi untuk Kebahagiaan

Enam tahun yang lalu, di Amerika sana dirilis film tentang seorang manusia yang bisa menggunakan 100% kapasitas otaknya. Ini merupakan hal yang mustahil karena nyatanya manusia hanya mampu menggunakan 10% saja. Tapi namanya juga film, nggak ada salahnya kan mem-visual-kan teori atau imajinasi tentang kekuatan penuh otak kita? 

Ada satu adegan yang menempel di kepala saya dan mungkin nggak bakal hilang. Dalam adegan spesial ini, Scarlet Johansson, pemeran utamanya bertanya pada seorang Profesor, Morgan Freeman. Ia bertanya tentang apa yang harus ia lakukan dengan kemampuannya. Scarlet kebingungan, ia punya satu paket kemampuan grup mutan di film X-men: membaca dan mengendalikan pikiran; mengendalikan tubuh orang lain; mengendalikan materi; mengetahui kondisi tubuh orang lain dengan sekali sentuhan; bisa mengingat masa-masa kecilnya dulu saat masih berusia satu tahun; dan masih banyak lagi. Freeman, sebagai profesor yang juga manusia biasa jelas bingung. Namun, ia memberikan saran pada Scarlet: 

“ You know... If you think about the very nature of life-I mean, on the very beginning, the development of the first cell divided into two cells-the sole purpose of life has been to pass on what was learned. There was no higher purpose. So if you’re asking me what to do with all this knowledge you’re accumulating, I say... Pass it on...”

Atau kalau diterjemahkan secara bebas, tujuan alami kehidupan pada dasarnya adalah mewariskan apa yang sudah dipelajari. Nggak ada lagi tujuan yang lebih tinggi. Jadi intinya Freeman meminta Scarlet mewariskan pengetahuan dan kemampuannya. 

Nah, siapa tahu kamu belum pernah menontonnya, silakan cari judul film Lucy. Ingat ya, pemeran utamanya Scarlet Johansson! 

Dalam buku biografi Presiden Indonesia ke-3 Eyang Habibie yang berjudul Rudy: Masa Muda Sang Revolusioner, ada satu kutipan yang bakal selalu saya ingat. Ini berasal dari wejangan Ayahnya Eyang Habibie. Beliau bilang kepada Eyang bahwa selama hidup Eyang harus menjadi mata air, di mana pun tempatnya. Karena mata air nggak memberikan kebaikan tanpa pilih-pilih. 

Dan dalam Islam, saya diajarkan untuk bersedekah, membagi kebahagiaan dengan orang lain yang kurang berbahagia. Entah melalui materi atau non-materi. Agar semua manusia bisa jadi bahagia. Ya intinya begitu tapi saya nggak tahu aslinya gimana. Wkwkwk. 

Dari tiga uraian singkat di atas, bisa saya simpulkan bahwa untuk mendapat kebahagiaan kita harus berbagi dengan orang lain. As simple as that, theoretically yes!

Tapi nyatanya nggak semudah itu, kan? Gimana kalau kamu ternyata nggak punya banyak hal untuk dibagikan pada orang lain? Gimana kalau kamu justru sama sekali nggak bisa berbagi? Jujur saja, pikiran seperti ini sering muncul di kepala saya. Dan saya yakin, kamu juga pernah berpikir begitu. 

Namun saya tetap percaya bahwa memberikan kebahagiaan pada orang lain akan memberikan kebahagiaan juga pada saya. Kuncinya ada pada mengubah arti kebahagiaan itu sendiri. 

Mari kita percaya bahwa pelit itu nggak baik. Mau pelit ilmu atau pelit materi. 
Posting Komentar

Posting Komentar